Suara.com – Ketua Dewan Pakar Tim Nasional Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Timnas Amin), Hamdan Zoelva menyesalkan adanya usulan pemilihan Gubernur Jakarta dilakukan oleh Presiden. Ia menilai jika hal ini direalisasikan maka akan menjadi kemuduran bagi demokrasi di Indonesia.
Menurutnya, selama ini indeks demokrasi di Indonesia sudah mengalami kemajuan dari tahun ke tahun sejak era reformasi. Namun, kemunduran sudah mulai terjadi sejak 2019 lalu.
“Dan terakhir UU Daerah Khusus Jakarta tiba tiba muncul, gubernur dipilih, ditunjuk oleh presiden. Ini benar benar memberikan kesimpulan yang sangat kuat bahwa betapa demokrasi sudah mulai diturunkan di Indonesia,” ujar Hamdan di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (7/12/2023).
Ia pun menduga adanya skenario besar di balik pengaturan pemilihan kepala daerah Jakarta ini. Namun, ia tak merinci siapa yang sengaja mengatur agar terjadi kemunduran demokrasi di Indonesia, khususnya Jakarta.
“Ada skenario besar di belakangnya yang berusaha memasukkan ini. dan saya kira itu yang harus kita cari. bahwa siapa yang punya skenario itu berarti dia berniat mematikan demokrasi di Indonesia,” ucapnya.
Bahkan, skenario ini disebutnya dilakukan secara senyap karena tak banyak pihak yang tahu. Bahkan, masih banyak legislator di DPR RI yang menolak usulan ini.
“Berarti ada grand desain, yang mungkin secara tidak disadari oleh sebagian anggota DPR kok tiba tiba muncul,” tuturnya.
Sebelumnya, Gubernur Jakarta diusulkan agar dipilih oleh Presiden usai tak lagi menyandang status Ibu Kota. Hal ini tertuang dalam Rancangan Undang-Undang tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Jakarta atau RUU DKJ.
RUU ini sudah disetujui oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI untuk dibahas di tingkatan selanjutnya. Dalam Bahan Rapat Pleno Penyusunan RUU Provinsi Daerah Khusus Jakarta pada Senin (4/12) kemarin, Gubernur DKJ diusulkan agar tak dipilih oleh rakyat.
“Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD,” demikian bunyi draf RUU DKJ Ayat (2) Pasal 10, dikutip Selasa (5/12).
Lalu, untuk masa jabatan gubernur dan wakil gubernur masih sama seperti sebelumnya, yakni lima tahun dan bisa menjabat untuk dua periode.
“Masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan sesudahnya dapat ditunjuk dan diangkat kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan,” demikian bunyi pasal 10 ayat 2.
Draf RUU ini masih berupa usulan dan bisa berubah ketentuannya sesuai dengan pembahasan di tingkat legislatif.
Terkait dengan rapat Baleg kemarin, mayoritas alias sebanyak delapan fraksi menyatakan menyetujui pembahasan RUU DKJ dilaksanakan. Sementara, hanya fraksi PKS yang menolak.