Jakarta–
Sempat ‘molor’ dari target semula, Dinas Kesehatan DKI Jakarta akhirnya melepaskan telur nyamuk berwolbachia di Jakarta Barat. Jakbar menjadi salah satu dari lima kota yang masuk dalam pilot project wolbachia untuk menekan kasus demam berdarah dengue (DBD) berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1341 Tahun 2022.
Pelaksanaan pertama dilakukan di RW 07 Kembangan, Jakbar, pada Jumat (4/10/2024). Kepala Dinkes DKI Ani Ruspitawati menyebut lebih dari 70 persen masyarakat di Jakbar saat ini sudah menerima penyebaran nyamuk berwolbachia di lingkungan sekitar rumah mereka.
Dinkes DKI menyediakan 1.474 ember berisi telur nyamuk berwolbachia untuk disebar ke sejumlah RW. Sejauh ini, ada 800 di antaranya yang mengaku siap menjadi orang tua asuh (OTA). OTA didefinisikan kepada mereka yang sukarela memantau dan menjaga telur nyamuk berwolbachia tidak terganggu, sampai akhirnya menetas.
Penyebaran nyamuk berwolbachia tidak lantas menghilangkan strategi penanganan kasus DBD lain termasuk pemberantasan sarang nyamuk (PSN) hingga anjuran 3M yakni menguras, menutup, dan mengubur. Ditegaskan Ani, strategi ini sebagai pelengkap siasat pemerintah menekan kasus di DKI yang konsisten tercatat lebih dari 12 ribu sepanjang 2024.
“Tahap pelaksanaan, mulai dengan ada MoU, antara kemenkes dengan walikota Jakbar, pada 4 Oktober, yang kemudian diikuti dengan rilis pertama di wilayah Kembangan, rencananya dilakukan di RW 7 Kecamatan Kembangan, Jakbar,” beber Ani dalam konferensi pers Rabu (25/9/2024).
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Pusat Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada dr Riris Andono Ahmad, MPH, menyebut efek nyamuk berwolbachia untuk kasus DBD sama efektifnya dengan vaksinasi.
Bahkan, dalam jangka waktu panjang, wolbachia bisa memutus penularan kasus DBD. Terlebih, saat 60 persen populasi nyamuk sudah didominasi nyamuk berwolbachia.
“Kalau kemudian hampir seluruh populasi nyamuk ada wolbachia, ibaratnya itu seperti COVID-19, ada herd immunity, ini juga ada, populasi nyamuk-nya tadi jadi tidak bisa menularkan, berkurang kemampuan menularnya virus ini,” terang dr Riris.
dr Riris bercerita strategi wolbachia efektif menekan kasus DBD di Yogyakarta hingga 77 persen. Bahkan, penurunan kasus rawat inap tercatat lebih tinggi hingga 86 persen dibandingkan periode sebelum pelepasan telur nyamuk berwolbachia.
Menurutnya, hal ini juga menguntungkan dalam sistem beban pembiayaan pasien DBD. Minimnya kasus rawat inap, bisa mengalokasikan dana kesehatan kepada kebutuhan lain.
“Efektivitas dari teknologi wolbachia itu comparable atau sama dengan dari vaksin dengue tetapi yang jadi nilai tambah dari teknologi ini adalah bahwa teknologi ini memberikan proteksi jangka panjang, karena kita hanya melakukan intervensi satu kali saja, kalau vaksin kita harus dari waktu ke waktu,” sambungnya.
Simak Video “Eks Menkes Siti Fadilah Pertanyakan Program Pengendalian DBD dengan Wolbachia”[Gambas:Video 20detik]